Pilu ! Anak Berusia 8 Tahun ini Derita Bronkitis Akut Karena Kebiasaan Ortu-nya Sering Merokok Didepannya

Pilu ! Anak Berusia 8 Tahun ini Derita Bronkitis Akut Karena Kebiasaan Ortu-nya Sering Merokok Didepannya

sekitarBANDUNGcom – A (8) tak berdaya terbaring saat batuk yang disertai dahak berdarah mengganggu aktivitasnya. Mulutnya ditutup dengan kain dan matanya ditutup dengan lengannya. Sakit di kepala dan punggungnya datang bersamaan. Kondisi seperti ini dialaminya sejak berusia 1 tahun. Meskipun demikian, A yang sekarang duduk di kelas 2 sekolah dasar (SD) tidak menyerah. Hampir dua kali dalam sebulan, dia harus menjalani terapi untuk penyakit bronkitis akut yang dideritanya.

Dilansir dari Kompas.com, Sang Ibu (36) menceritakan kondisi putra pertamanya hingga mengidap penyakit yang cukup serius. Sebagai seorang Ibu, Sang Ibu berharap kehamilan pertamanya berjalan normal. Begitu juga dengan kelahiran A.

“Waktu dulu, saya tidak pernah memikirkan atau mempersoalkan kondisi anak saya, saya hanya berharap semuanya normal saja,” katanya saat dijumpai di kediamannya, Senin (26/4/2023).

A lahir di salah satu bidan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sang Ibu mengatakan bahwa pada saat itu, tidak ada gejala yang mengarah pada kondisi A saat ini. Hanya beberapa bulan setelah kelahiran A, Sang Ibu dan suaminya membawa anak mereka ke rumah sakit karena mengalami sesak napas.

Dokter menyatakan bahwa paru-paru A memiliki flek yang kental.

“Kalau saat lahir biasanya hanya mengalami ikterus biasa. Tapi pada saat berapa tahun, saya lupa, kami membawanya ke rumah sakit karena dia (A) mengalami sesak napas, demam tinggi, dan menangis terus menerus, jadi kami membawanya ke dokter,” ujarnya.

Penanganan dokter terhadap A cukup cepat dan responsif. Dokter segera berusaha untuk menghilangkan flek yang kental di paru-parunya.

“Dia dirawat selama sekitar tiga hari, kemudian diberikan pengobatan dan peralatan untuk mengeluarkan lendir. Alhamdulillah, bisa dibilang dia sembuh saat itu,” jelasnya.

Kesembuhan A disambut dengan sukacita oleh Sang Ibu dan suaminya. Bahkan, warga Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat itu yakin bahwa apa yang dialami oleh putra mereka tidak akan berlangsung lama.

“Kami sangat senang dan bersyukur. Kami juga mengadakan acara syukuran untuk merayakan kesembuhannya,” tutur Sang Ibu.

Ketika A berusia satu tahun, keyakinan Sang Ibu dan suaminya hancur. Suatu siang di bulan Februari 2016, A batuk dengan hebat dan mengeluarkan lendir serta sedikit darah. Kemudian secara perlahan, A mulai mengalami demam. Pada saat itu, Sang Ibu hanya mengira bahwa anaknya hanya mengalami batuk biasa dan lendir serta darah yang kel

uar disebabkan oleh batuk yang keras.

“Saya kaget ketika melihat lendir dan darah yang keluar meskipun dalam jumlah sedikit. Saat itu, saya hanya berpikir bahwa itu hanyalah batuk biasa dan dia mengalami demam,” jelas Sang Ibu.

Pada saat itu, Sang Ibu tidak membawa A ke dokter karena suaminya sedang bekerja di luar kota. A mengalami demam selama satu minggu. Sang Ibu hanya memberikan obat dari apotik biasa kepada A.

“Panasnya memang turun, tetapi batuknya tidak berhenti selama dua atau tiga minggu, dan lendir tidak keluar,” jelasnya.

Khawatir dengan batuk yang berkepanjangan, akhirnya A menjalani pemeriksaan. Dia menjalani beberapa pemeriksaan seperti rontgen paru-paru, analisis darah, dan tes fungsi paru-paru. Hasilnya, dokter menyatakan bahwa A menderita bronkitis. Saat itu, Sang Ibu merasa tidak percaya, terutama ketika mendengar bahwa penyebabnya adalah asap rokok.

“Saya masih menyimpan hasil pemeriksaannya. Kami menjalani banyak pemeriksaan dan saya sangat terkejut dengan hasilnya,” ungkapnya.

Sang Ibu sendiri merupakan perokok aktif sejak remaja. Dia bisa menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari. Begitu pula dengan suaminya, yang masih merokok hingga saat ini.

Namun, dia mulai berhenti merokok setelah menikah. Sang Ibu tidak pernah mengira bahwa berhenti merokok tidak menjamin kebebasan dari dampak rokok.

“Dulu saya merokok rokok kecil atau yang biasa disebut rokok putih. Jujur, saya merokok sejak remaja karena orang tua saya juga merokok. Dulu saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari, dan kadang-kadang lebih jika sedang banyak pekerjaan. Suami saya juga masih aktif merokok hingga sekarang,” jelasnya.

“Sekarang, saya sangat menyesal. Sungguh, saya sangat menyesal. Dampaknya tidak langsung saya rasakan, malah menimpa anak saya,” tambahnya.

Sang Ibu mengaku bahwa saat A lahir, dia tidak terlalu memperhatikan lingkungan sekitar, termasuk ketika suaminya merokok.

“Terus terang, saya tidak terlalu memperhatikan hal itu. Misalnya, ketika suami merokok di ruang tengah, saya dan A berada di kamar dan pintunya tidak saya tutup, atau saya tidak meminta suami merokok di luar rumah. Jadi, secara tidak langsung, asap rokoknya mencapai kami. Mungkin masa lalu saya sebagai perokok juga memberikan kontribusi pada kondisi A,” tambahnya.

Ketika ditanya tentang bahaya rokok, Sang Ibu mengakui bahwa dia dan suaminya sangat mengetahui bahayanya. “Oleh karena itu, sejak hamil anak kedua dan hingga melahirkan, saya sangat memperhatikan asap rokok, baik di dalam rumah maupun

di luar rumah. Saya juga meminta suami untuk berhenti secara bertahap, sementara saya sudah berhenti total,” ujarnya.

Dengan fokus pada kesembuhan anaknya yang berusia delapan tahun dan menderita bronkitis akut, Sang Ibu dan suaminya berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mereka mulai disiplin sejak Sang Ibu hamil anak keduanya. Meskipun suaminya belum berhenti merokok secara total, mereka berkomitmen untuk memulihkan kondisi A. Sang Ibu memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai staf di Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) untuk mendukung kesembuhan putra sulungnya, A. Sementara itu, suaminya masih bekerja di salah satu Dinas di Provinsi Jawa Barat dan telah memulai program untuk berhenti merokok.

“Alhamdulillah, anak kedua saya tidak divonis penyakit apa pun. Kemudian, suami saya berhenti merokok secara bertahap. Kami menyediakan ruangan khusus untuk tamu atau anggota keluarga yang merokok,” tambah Sang Ibu.

Terkait dengan kesehatan A, Sang Ibu mengungkapkan bahwa dia telah memilih pengobatan herbal untuk A selama lebih dari tiga tahun.

“Saat ini, dia menjalani pengobatan herbal dan kadang-kadang melakukan olahraga ringan untuk membersihkan paru-parunya. Kami juga mengajaknya pergi ke tempat yang udaranya masih segar seperti di pegunungan, tetapi hanya di area yang lebih rendah,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Sang Ibu rela mengeluarkan lebih banyak uang untuk menyekolahkan A di sekolah yang memiliki lingkungan yang terjaga untuk mendukung kesembuhannya. “Kami melakukan apa pun yang bisa kami lakukan sebagai upaya untuk menebus kesalahan kami terhadap A. Saya benar-benar ingin dia sembuh total. Saya sering menangis dan merenung ketika melihat A batuk dan menderita. Kami berusaha sebanyak mungkin,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *