sekitarbandung.com – Di tengah semilir angin malam Bandung, dentingan nada jazz menggema dari halaman The Papandayan Hotel. Selama dua malam, 4–5 Oktober 2025, festival musik tahunan The Papandayan Jazz Fest 2025 kembali menegaskan posisinya sebagai ruang kolaborasi musik paling bergengsi di Indonesia.
Tahun ini terasa istimewa. Menginjak usia satu dekade, TPJF mengusung tema “A Culture Resonance”, menghadirkan harmoni antara musik, budaya, dan kreativitas khas Bandung yang telah mendunia.
Kolaborasi Lintas Generasi di The Papandayan Jazz Fest 2025
Festival ini bukan sekadar konser musik. Di setiap panggungnya, The Papandayan Jazz Fest 2025 mempersatukan musisi lintas usia dan genre.
Penonton dibuat terpesona oleh kolaborasi antara Barry Likumahuwa dan Trie Utami, Dwiki Dharmawan dan Rimar, The Sisters (Imelda Rosalin, Arina Mocca, Dee Lestari), hingga Afgan, HIVI!, dan Iwa K yang menutup malam dengan nostalgia.
Suara saxophone, bass, dan vokal berpadu dalam satu harmoni—menunjukkan bahwa jazz di Bandung bukan hanya musik, tapi cara merayakan kehidupan.
“Kami ingin jazz menjadi rumah bagi semua genre dan generasi,” ujar Bobby Renaldi, pendiri TP Jazz Management sekaligus General Manager The Papandayan Hotel.
Baca Juga: Penilaian TNI Berdasar Prestasi, Bukan Senioritas: Pesan Tegas Presiden Prabowo di HUT ke-80 TNI
Pasar Jazz: Musik Bertemu UMKM Bandung
Tahun ini, suasana festival terasa lebih hidup dengan hadirnya Pasar Jazz, zona kreatif bagi para pelaku UMKM lokal, kuliner, dan komunitas seni.
Dari kopi buatan barista muda, seblak pedas, hingga merchandise musisi, semuanya berpadu dalam semangat ekonomi kreatif Bandung.
“Kami ingin TPJF menjadi festival yang tumbuh bersama masyarakat. Tidak hanya mendengar musik, tapi juga mendukung produk lokal,” tambah Bobby.
Dengan konsep itu, The Papandayan Jazz Fest 2025 membuktikan bahwa musik dan ekonomi kreatif bisa berjalan beriringan.
Penghargaan dan Momen Bersejarah di The Papandayan Jazz Fest
Festival tahun ini juga menjadi ajang penghormatan bagi legenda musik Indonesia.
Mendiang Harry Roesli menerima Lifetime Achievement Award, sebagai simbol apresiasi atas dedikasinya bagi dunia musik dan seni Indonesia.
Selain itu, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menandatangani prasasti bertuliskan “A Beacon of Jazz from Bandung to the World”, menegaskan bahwa Bandung kini bukan hanya kota kreatif, tapi juga rumah bagi musik dunia.
The Papandayan Hotel pun mencatat sejarah dengan meraih Rekor MURI sebagai Hotel Pertama di Indonesia yang Menyelenggarakan Festival Jazz Secara Berkesinambungan.
Jazz, Budaya, dan Masa Depan Bandung
Dalam sesi wawancara penutup, Bobby Renaldi menuturkan makna mendalam dari tema tahun ini:
“A Culture Resonance adalah pertemuan lintas ide dan budaya. Di TPJF, jazz tidak berdiri sendiri. Ia hidup bersama teater, sastra, kuliner, dan seni lainnya.”
Pernyataan itu menjadi refleksi bahwa Bandung masih memegang peran penting sebagai pusat kreativitas Indonesia.
Dengan dukungan dari berbagai pihak — mulai dari Ron88, MLD Spot, hingga Media Group, — festival ini menjadi panggung bagi generasi baru musisi untuk tumbuh dan bergaung ke dunia.
Penutupan Penuh Energi
Suasana puncak terasa ketika Iwa K naik ke panggung Ron88 Stage. Lagu “Bebas” menggema, penonton ikut bernyanyi dan menari.
Malam itu, jazz berpadu dengan rap, nostalgia berpadu dengan semangat muda — menutup The Papandayan Jazz Fest 2025 dengan resonansi yang hangat dan membahagiakan.
Perayaan satu dekade The Papandayan Jazz Fest 2025 menjadi bukti bahwa musik mampu menyatukan keberagaman.
Bandung, dengan segala kehangatan dan kreativitasnya, terus memantulkan resonansi budaya yang tak pernah padam.
Untuk kamu yang ingin tahu lebih dalam tentang musik dan event budaya di Bandung, bisa kunjungi The Papandayan Hotel Bandung – informasi resmi acara dan jadwal jazz mingguan.
Jika ingin update tentang hal di sekitar bandung, selalu kunjungi website sekitarbandung.com
