sekitarbandung.com – Kondisi memilukan dialami sejumlah siswa Sekolah Dasar Negeri Tresnabudi, Desa Sindangjaya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat. Untuk berangkat dan pulang ke sekolah, para murid mesti bertaruh nyawa melintasi area longsor yang menutupi jalan.
Langkah para murid SD Tresnabudi itu terhenti di tepi titian kayu pada Senin (3/11/2025). Mereka baru saja melintasi area longsor yang menimbun akses menuju sekolah sejak setahun lalu.
Beberapa permukiman warga sudah menyembul di depan mata. Perjalanan pulang sekolah tersebut hampir berakhir. Mereka bakal segera tiba di rumah masing-masing.
Namun, hujan deras yang mengguyur membuat perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki tersebut menjadi begitu berat dan berbahaya. Timbunan longsor yang berada di tepi Sungai Cidadap itu menjadi berlumpur dan licin.
Beberapa siswa bahkan telah mencopot sepatu mereka dan melintasi area longsor tersebut dengan kaki telanjang.
Seragam mereka juga sudah kotor terkena cipratan lumpur. Perjalanan terakhir meniti jembatan kayu menjadi bagian paling mendebarkan. Di bawah titian itu, arus kali kecil mengalir dengan kencang karena hujan lebat.
Para siswa harus menuruni tanah yang sangat licin untuk tiba di jembatan. Sedangkan di belakang mereka, rekahan longsor di tebing seperti mengintai perjalanan pulang murid-murid sekolah itu.
Encep Deddy, 53 tahun, salah satu guru SDN Tresnabudi yang turut menyertai perjalanan turun terlebih dulu ke jembatan.
Ia segera menjulurkan tangan memegangi para siswa agar bisa turun satu persatu tanpa terpeleset dan terjatuh ke aliran sungai yang seakan menggelegak tersebut.
Titian kayu juga tak betul-betul aman sebetulnya. Lumpur menutupi jembatan sehingga licin dilintasi siswa. Satu persatu siswa mulai diseberangkan Deddy. Tiba di tepian jembatan, guru tersebut kembali mendatangi siswa lain yang menunggu diseberangkan.
Begitulah kondisi yang dialami para siswa yang bermukim di wilayah perbatasan Kecamatan Gununghalu dan Rongga itu.
Apabila cuaca buruk melanda, perjalanan mereka tambah berbahaya. Namun, mereka tak punya pilihan lain. Hanya jalur melewati area longsor tersebut menjadi satu-satunya opsi untuk menuju ke sekolah.
Siti Nur Aulia, 10 tahun, misalnya. Siswa kelas IV SDN Tresnabudi tersebut saban hari melewati area longsor saat berangkat sekolah dari tempat tinggalnya di Kampung Cisigung, RT 02 RW 07, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga. Demikian pula kala ia pulang dari sekolah.
Jaenal, 24 tahun, ayah dari Siti Nur Aulia mengaku khawatir dengan perjalanan anaknya tersebut. Jika hujan, Jaenal juga mengantar dan menjemput anaknya bersekolah.
” Ieu tanahna ( Ini timbunan longsor) kan bergerak terus ,” ujar Jaenal.
Jarak rumah Jaenal ke sekolah mencapai satu kilometer lebih. Sekolah-sekolah lain sebetulnya ada di wilayah Cicadas, seperti SDN Cicadas dan SDN Binakarya.
Namun yang paling memungkinkan dan lebih dekat bagi Siti Nur Aulia adalah bersekolah di SDN Tresnabudi. Soalnya, jarak ke sekolah-sekolah di Cicadas lebih jauh mencapai sekitar dua kilometer. Selain itu, perjalanan juga harus melewati kawasan hutan tanpa permukiman warga. Jaenal mengungkapkan, jalan menuju SDN Tresnabudi tertutup longsor pada 2024.
Berharap dibuatkan jalan
Ia berharap, pemerintah segera membuatkan jalan bagi para siswa dan masyarakat melintas dengan aman. Pasalnya, jalan tersebut sangat vital bagi warga untuk aktivitas pendidikan dan ekonomi.
Hal senada dikemukakan Encep Deddy. ” Teu aya deui, karena tidak ada jalan alternatif lain untuk menuju sekola dan juga masyarakat dalam aktivitas ekonomi,” kata Deddy.
Sebetulnya, Pemerintah Desa Sindangjaya sudah mengajukan bantuan dan terelisasi pembangunan bronjong di pinggir Sungai Cidadap untuk menahan erosi pada pertengahan 2025.
Namun, bantuan itu belum cukup bagi warga. Soalnya, yang dibutuhkan warga adalah tersedianya akses pengganti untuk aktivitas pendidikan dan ekonomi.
Hingga sekarang, menurut Deddy, warga masih kesulitan bepergian. “Karena setiap hari harus melintasi longsoran,” ujarnya.
Selain sulit dilintasi, lanjut Deddy, kondisi jalur sangat membahayakan keselamatan siswa untuk pulang pergi sekolah serta warga yang menggunakannya.
“Bisa terbawa arus, longsor (susulan),” ujar Deddy.
Ia menambahkan, jalan tersebut dipakai warga di sejumlah kampung wilayah Desa Sindangjaya dan Cicadas.
“Kurang lebih eta 20 kampung yang memakai jalan tersebut,” tuturnya.
Deddy mencontohkan, kampung-kampung di Sindangjaya yang bergantung kepada jalan itu, yakni Kampung Cisitu, Nagrog, Bojonggenteng, Sindangpalay, Cikawung, Pangupukan, Ciroke, Leuwibaru.
Untuk Desa Cicadas, yaitu Bolenglang, Cisigung, Cisereuh, Cibenda, Manglid, Cicadas, Cikembang, Cibali.
Baca juga : Ketua NasDem Bandung Terlibat Korupsi? Kejari Mulai Usut
“Jalan vital ieu mah , memang alit (kecil) tapi penggunaan dipakai banyak masyarakat,” ujarnya.
Deddy menilai, opsi jalan pengganti bisa melalui pinggir area longsor melewati jalur beronjong. Akses itu dinilai lebih aman ketimbang melewati jalur longsor.
Ia berharap, penyediaan akses baru tersebut segera dilakukan pemerintah. Terkadang, tutur Deddy, para murid memilih tak berangkat sekolah saat hujan. “Orang tua tak mengizinkan karena kondisi jalan tersebut,” ucapnya.
Jika ingin update tentang hal di sekitar bandung, selalu kunjungi website sekitarbandung.com

