sekitarBANDUNGcom – Pandangan LGBTQ Rusia vs Amerika, bagaimana?, ada penghujung tahun 2022, dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, dua negara adidaya dunia mengambil langkah historis yang menempatkan mereka pada posisi yang saling bertolak belakang secara diametral. Di Washington, pena Presiden Joe Biden mengesahkan “Respect for Marriage Act”, sebuah undang-undang yang memberikan perlindungan federal bagi pernikahan sesama jenis. Sementara itu, ribuan kilometer jauhnya di Moskow, pena Presiden Vladimir Putin menandatangani undang-undang yang memperluas larangan “propaganda LGBTQ”, memberangus total setiap representasi positif tentang komunitas tersebut dari ruang publik.
Dua keputusan tentang LGBTQ tersebut lebih dari sekadar kebijakan domestik. Keduanya adalah sebuah manifesto, sebuah penegasan ideologi yang menunjukkan betapa berbedanya jalan yang ditempuh oleh Amerika Serikat dan Rusia dalam memandang hak asasi manusia, kebebasan, dan peran negara. Perbedaan tersebut bukan lagi sekadar gradasi, melainkan sudah bagaikan bumi dan langit. Berikut adalah lima perbedaan paling fatal yang menjadi cerminan dari jurang pemisah yang semakin dalam di antara keduanya.
Baca juga – Duh… Aktifis LGBTQ Se-Asean Bidik Jakarta Jadi Tuan Rumah Pertemuan Mereka di Bulan Juli. MUI Meradang
1. Soal Pernikahan: Antara Perlindungan Federal dan Penolakan Konstitusional
Perbedaan paling mendasar terletak pada institusi pernikahan. Di Amerika Serikat, “Respect for Marriage Act” lahir dari kekhawatiran bahwa Mahkamah Agung yang semakin konservatif dapat membatalkan putusan Obergefell v. Hodges tahun 2015 yang melegalkan pernikahan sesama jenis secara nasional. Undang-undang baru ini memaksa pemerintah federal dan semua negara bagian untuk mengakui pernikahan sesama jenis yang sah, memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi jutaan pasangan.
Di sisi lain, Rusia secara eksplisit telah mengamandemen konstitusinya pada tahun 2020 untuk mendefinisikan pernikahan hanya sebagai “persatuan antara seorang pria dan seorang wanita”. Langkah tersebut secara permanen menutup pintu bagi legalisasi pernikahan sesama jenis dan mengirimkan pesan tegas bahwa negara tidak akan pernah mengakui bentuk keluarga di luar definisi tradisional tersebut.
Sarah Kate Ellis, Presiden organisasi advokasi GLAAD, menyebut pengesahan UU di AS sebagai momen bersejarah. “Dengan disahkannya ‘Respect for Marriage Act’, Amerika menegaskan sebuah nilai fundamental bahwa setiap orang berhak untuk menikahi orang yang mereka cintai. Ini adalah langkah maju yang monumental bagi kesetaraan,” ujarnya dalam sebuah pernyataan yang diliput oleh Associated Press.
2. Soal Informasi: Antara Kebebasan Ekspresi dan Pemberangusan Total
Perbedaan tentang LGBTQ kedua menyangkut arus informasi dan kebebasan berekspresi. Di Amerika, di bawah perlindungan Amandemen Pertama, penggambaran karakter atau hubungan LGBTQ di film, buku, dan media adalah hal yang umum dan dilindungi. Diskusi mengenai identitas gender dan orientasi seksual di ruang publik dianggap sebagai bagian dari kebebasan berbicara.
Sebaliknya, undang-undang “anti-propaganda LGBTQ” di Rusia melarang keras penyebaran informasi apa pun yang dianggap “mempromosikan hubungan seksual non-tradisional” kepada audiens dari segala usia. Dampaknya sangat mengerikan: buku-buku disingkirkan dari rak, adegan dalam film dipotong, dan situs-situs web diblokir. Undang-undang tersebut secara efektif menciptakan iklim ketakutan dan menghapus visibilitas komunitas LGBTQ dari kehidupan publik.
Tanya Lokshina, Direktur Asosiasi Human Rights Watch (HRW) di Eropa dan Asia Tengah, mengutuk keras langkah Rusia. “Undang-undang ini pada dasarnya melarang representasi apa pun tentang orang-orang LGBT di ruang publik. Ini adalah upaya homofobia terang-terangan dari negara untuk menjadikan komunitas LGBTQ sebagai warga negara kelas dua yang tidak terlihat dan tidak terdengar,” katanya dalam rilis resmi Human Rights Watch.
3. Soal Adopsi: Antara Hak Membangun Keluarga dan Larangan Absolut
Perbedaan tentang LGBTQ fatal ketiga menyentuh hak fundamental untuk membangun keluarga. Di seluruh 50 negara bagian Amerika Serikat, pasangan sesama jenis memiliki hak yang setara untuk mengadopsi anak. Fokus hukumnya adalah pada kelayakan calon orang tua dan kepentingan terbaik bagi anak, tanpa memandang orientasi seksual.
Rusia, lagi-lagi, mengambil jalan yang berlawanan. Undang-undang di sana secara eksplisit melarang pasangan sesama jenis untuk mengadopsi anak-anak Rusia. Larangan tersebut bahkan diperluas hingga melarang warga negara lajang dari negara mana pun yang melegalkan pernikahan sesama jenis untuk mengadopsi, sebagai upaya untuk mencegah anak-anak Rusia dibesarkan dalam lingkungan “non-tradisional”.
4. Soal Peran Negara: Antara Pelindung Minoritas dan Penjaga Nilai Tradisional
Di balik setiap kebijakan, terdapat filosofi yang berbeda tentang peran negara. Di Amerika, pengesahan “Respect for Marriage Act” memposisikan negara federal sebagai pelindung hak-hak kelompok minoritas dari potensi diskriminasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah negara bagian di masa depan. Negara hadir untuk menjamin kesetaraan di hadapan hukum.
Di Rusia, negara memposisikan dirinya sebagai penjaga “nilai-nilai tradisional” dan moralitas publik. Undang-undang anti-propaganda adalah alat negara untuk secara aktif menekan gaya hidup yang dianggapnya menyimpang dan berbahaya bagi tatanan sosial. Negara tidak melindungi minoritas, melainkan memaksakan pandangan mayoritas konservatif kepada semua warganya.
Seorang analis kebijakan luar negeri dari Carnegie Endowment, Andrei Kolesnikov, menjelaskan strategi Kremlin. “Dengan mempromosikan agenda ‘nilai-nilai tradisional’ dan anti-Barat, Kremlin berusaha untuk mengkonsolidasikan basis pendukungnya yang konservatif dan menciptakan pembenaran ideologis atas tindakannya, baik di dalam maupun luar negeri,” tulisnya.
5. Soal Arah Sejarah: Antara Gerak Maju Inklusi dan Gerak Mundur Represi
Perbedaan tentang LGBTQ terakhir adalah tentang arah gerak panah sejarah di kedua negara. Kebijakan di Amerika, meskipun seringkali diperdebatkan dengan sengit, merupakan bagian dari sebuah tren jangka panjang yang bergerak menuju inklusi yang lebih besar. Perjalanan tersebut memakan waktu puluhan tahun, dari kerusuhan Stonewall pada 1969 hingga keputusan Mahkamah Agung dan pengesahan undang-undang.
Sebaliknya, kebijakan di Rusia adalah bagian dari tren regresif yang semakin intensif dalam satu dekade terakhir. Di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, Rusia secara sistematis bergerak menjauh dari norma-norma hak asasi manusia internasional, menggunakan homofobia sebagai salah satu pilar dari ideologi nasionalis dan anti-Baratnya.
Dua Dunia yang Semakin Menjauh
Pada akhirnya, kelima perbedaan fatal tersebut menunjukkan bahwa kita tidak hanya melihat dua perangkat hukum yang berbeda, tetapi dua visi dunia yang semakin menjauh. Pilihan yang diambil oleh Washington dan Moskow telah menciptakan dua realitas yang sama sekali berbeda bagi warga LGBTQ mereka, sebuah jurang pemisah yang kemungkinan besar akan terus menjadi titik gesekan dalam lanskap geopolitik dan budaya global di masa mendatang.
Hal hal diatas ditanggapi lebih lanjut oleh Putin, baca ini – Dianggap Tindakan Satanis, Putin Teken UU Larangan Warganya Ganti Kelamin
