sekitarBANDUNGcom – Sudah berbulan-bulan Pasar Induk Caringin, Kota Bandung menjadi perhatian berbagai pihak, perhatian yang dimaksud karena Pasar Induk Caringin menjadi pusat bau yang tak sedap, bau tersebut dari sampah yang menggunung. Bahkan di beberapa media sempat viral video dengan banyak komentar keluhan dari warga.
Tumpukan sampah tersebut berasal dari sisa operasional Pasar Caringin dan timbulan sampah dari masyarakat pemukiman dari sekitar Pasar Caringin. Hal yang menarik bahwa Pemkot Bandung, dalam hal ini DLHK Kota Bandung telah menilai bahwa Pengelola Pasar Caringin tidak bisa menyelesaikan tumpukan sampah yang ada di area tersebut.
Perlu dicatat bahwa akhirnya atas dasar alasan tersebut Pemkot Bandung memberikan teguran keras berupa sanksi kepada pengelola Pasar Caringin. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif yang mana ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, salah satunya adalah diberi tenggat waktu 14 hari untuk membersihkan dan mengangkut sampah yang sekarang menumpuk di depan Pasar Caringin.
Permasalahan penumpukan sampah tersebut terus menuai polemik. Tercatat sekitar 4.000meter kubik sampah menumpuk di area pasar. Penumpukan sampah ini dan adanya teguran keras dari Pemkot Bandung telah memaksa pengelola pasar untuk membatasi akses pembuangan sampah, sehingga warga kesulitan membuang sampah mereka. Namun demikian, masyarakat masih memaksakan buang sampahnya ke Pasar Caringin. Perlu diketahui bahwa sudah puluhan tahun masyarakat pemukiman di 5 RW dalam membuang sampahnya tergantung pada lahan Pasar Caringin. Tegasnya Pasar Caringin telah menjadi “TPS” bagi masyarakat.
“Saya telah mengamati tumpukan sampah 4000 meter kubik di Pasar Caringin, komposisi sampah dipastikan bukan sepenuhnya berasal dari sisa operasional pasar, namun dapat saya pastikan ada sampah yang berasal dari masyarakat.” ujar pegiat dan pengamat lingkungan Kota Bandung Panji Prasetyo, kepada redaksi sekitarbandungcom Kamis, 9 Januari 2025.
Panji menambahkan, Pemkot Bandung seharusnya ikut bertanggung jawab atas penyelesaian tumpukan sampah tersebut. Bila berkeliling meninjau kawasan pasar, di beberapa sudut pasar akan nampak tumpukan sampah. Selanjutnya bila dicermati maka akan dapat dipastikan bahwa sampah tersebut berasal dari masyarakat pemukiman di luar pasar yang memfungsikan lahan caringin sebagai TPS.
Senada dengan Panji, pegiat lingkungan Kabupaten Bandung Barat Sebas Verdinna, menuturkan “tumpukan ini jelas tanggung jawab Pemkot Bandung, aneh memang, kenapa semua tanggung jawab penyelesaian sampah ini semuanya dilimpahkan ke Pasar Caringin? nampak Pemkot Bandung ada kesan cuci tangan”, imbuhnya.
Di waktu bersamaan pada sebuah diskusi kecil, dapat disampaikan dan esensial untuk dicatat, nampak berkeliaran pasukan kuning yang merupakan satgas persampahan, satgas ini terbentuk diantaranya dari Komunitas Pegiat Lingkungan Bandung Raya. Satgas ini bertugas memastikan manajemen pengelolaan sampah di Pasar Caringin menjadi lebih baik dan lebih baik di setiap waktunya.
Akhir kata, bahwa masalah sampah Pasar Caringin ini adalah masalah bersama antara Pengelola Pasar Caringin dan Pemkot Bandung. Seharusnya dapat diselesaikan bersama secara proporsional. Sangat beralasan bahwa tumpukan sampah yang sebagian berasal juga dari masyarakat pemukiman dan itu jelas merupakan tanggung jawab Pemkot Bandung.
Bisa dibayangkan bila pengelola Pasar Caringin harus menyelesaikan itu semua dalam waktu 14 hari, sementara di sisi lain tidak diijinkan membuang sampahnya ke TPA Sarimukti. Lebih berat lagi, sampah dari masyarakat pemukiman masih mengalir menumpuk terus menjadi beban pasar. Dari seluruh ilustrasi tersebut, sungguh kurang elok bila Pemkot Bandung cuci tangan dan justru melimpahkan kesalahan sepenuhnya ke Pengelola Pasar Induk Caringin.***