sekitarBANDUngcom – Pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya, yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui pemerintah pusat, diharapkan akan mulai beroperasi pada tahun 2026 atau 2027.
Meskipun begitu, pembangunan BRT ini akan dimulai pada tahun 2024 mendatang. Hal ini diungkapkan oleh Dhani Gumelar, Kepala Bidang Perkeretaapian dan Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan Jawa Barat, dalam acara yang diadakan di Balai Kota Bandung pada Rabu, 5 Juli 2023.
“Dalam tahun depan, yaitu tahun 2024, kita akan mulai mempersiapkan infrastruktur seperti jalur khusus, shelter, dan sarana pendukung lainnya karena BRT memerlukan infrastruktur khusus, sehingga proses pembangunannya memang akan memakan waktu yang cukup lama, sekitar tiga tahun,” jelas Dhani.
BRT Bandung Raya akan menghubungkan lima daerah, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang.
Dhani menjelaskan bahwa terdapat 20 jalur yang akan dilalui oleh BRT pada tahun 2026, antara lain:
1. Kebon Kalapa – Cibiru
2. Cibiru – Kebon Kalapa
3. Kebon Kalapa – Ledeng
4. Ledeng – Kebon Kalapa
5. Leuwipanjang – Dago
6. Dago – Leuwipanjang
7. Leuwipanjang – Dago (via Dipatiukur)
8. Dago (via Dipatiukur) – Leuwipanjang
9. Elang – Riau
10. Riau – Elang
11. Padjajaran – Antapani
12. Antapani – Padjajaran
13. Cibaduyut – Alun-alun
14. Alun-alun – Cibaduyut
15. Stasiun Padalarang – Alun-alun
16. Alun-alun – Stasiun Padalarang
17. Stasiun Cimahi – Cicaheum
18. Cicaheum – Stasiun Cimahi
19. Ledeng – Terminal Antapani
20. Terminal Antapani – Ledeng
“Titik integrasi terdapat di Cimahi, Stasiun Padalarang, dan Stasiun KCJB Tegalluar,” ujarnya.
Rencananya, akan ada 450 bus yang akan beroperasi dalam BRT. Diperkirakan bahwa dalam sehari, BRT akan mampu menampung sekitar 238.277 penumpang.
“Sebenarnya, kita juga akan melakukan uji coba untuk operasional lebih awal pada tahun 2025, namun hanya sekitar 50 persen dari keseluruhan. Kemudian pada tahun 2026, kita akan mencoba operasional sebesar 70 persen. Harapannya, pada tahun 2027, BRT sudah bisa beroperasi secara penuh, mencapai 100 persen,” lanjutnya.
Dhani menjelaskan bahwa dengan asumsi peningkatan koridor setiap tahunnya, kebutuhan pembiayaan dari p
pihak ketiga akan terus meningkat hingga tahun kelima. Oleh karena itu, terdapat skema pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh APBD Kota Bandung.
“Perkiraan Public Service Obligation (PSO) Kota Bandung pada tahun 2025 adalah sebesar Rp64,1 miliar. Pada tahun 2026, sebesar Rp122,4 miliar. Kemudian pada tahun 2027, sebesar Rp151,7 miliar,” jelasnya.
Sementara itu, Ema Sumarna, Plh Wali Kota Bandung, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Bandung akan memberikan dukungan penuh untuk implementasi BRT, terutama terhadap isu-isu yang muncul di lapangan.
“Kami akan melakukan pembenahan parkir di jalan, meningkatkan fasilitas pejalan kaki, mengatur pedagang kaki lima, menata pertokoan, dan pasar di sepanjang koridor,” ungkap Ema.
“Kami juga akan menyediakan dan merevitalisasi terminal agar dapat digunakan sebagai start/end station BRT. Selain itu, kami akan berkoordinasi dengan setiap dinas dan instansi terkait di Kota Bandung untuk implementasi koridor BRT,” tambahnya.
Selain itu, Pemerintah Kota Bandung juga berfokus pada penambahan dan implementasi rute feeder BRT yang inklusif. Rute feeder harus disesuaikan dan terintegrasi dengan rencana rute BRT, sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
“Rencana rute feeder dapat dijadikan sebagai proyek uji coba selama masa transisi, namun harus disesuaikan dengan implementasi rute BRT. Rute feeder harus terintegrasi menjadi satu sistem dengan rute BRT. Kami akan mendesain armada feeder yang mendukung inklusivitas dan keamanan bagi para pengguna,” ucapnya.