Waspada Fenomena Kemarau Basah! BMKG Rilis 5 Peringatan Krusial untuk Jawa Barat

  sekitarBANDUNGcom – Apa itu kemarau basah? Memasuki periode Juli hingga Agustus, imaji yang terlintas di benak sebagian besar warga Jawa Barat adalah musim kemarau

Redaksi Sekitar Bandung

kemarau basah

 

sekitarBANDUNGcom – Apa itu kemarau basah? Memasuki periode Juli hingga Agustus, imaji yang terlintas di benak sebagian besar warga Jawa Barat adalah musim kemarau yang kering dan terik. Namun, anomali iklim yang semakin sering terjadi membuat pola cuaca tradisional tidak lagi bisa menjadi patokan pasti. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru saja merilis prakiraan jangka panjang yang wajib diwaspadai: Jawa Barat diprediksi akan mengalami fenomena kemarau basah hingga akhir Agustus 2025.

Prakiraan resmi tersebut bukanlah sekadar informasi cuaca biasa. Ia adalah sebuah peringatan dini yang sangat penting karena membawa serangkaian dampak dan risiko yang tidak terduga di musim yang seharusnya kering. Memahami apa itu kemarau basah dan implikasinya adalah kunci untuk melakukan antisipasi. Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena tersebut beserta lima peringatan krusial dari BMKG.

Baca juga – Cuaca Ekstrim Akan Melanda Bandung Hingga Awal April, Begini Kata BMKG

 

1. Apa Sebenarnya Fenomena Kemarau Basah?

 

 

Secara sederhana, kemarau basah adalah kondisi di mana curah hujan pada periode musim kemarau berada di atas rata-rata normalnya. Menurut BMKG, fenomena ini dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya adalah anomali suhu muka laut yang lebih hangat di sekitar perairan Indonesia. Suhu laut yang hangat meningkatkan penguapan dan suplai uap air ke atmosfer, yang kemudian menjadi bahan baku pembentukan awan-awan hujan.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dr. A. Fachri Radjab, menjelaskan mekanisme pemicu anomali cuaca. “Faktor-faktor seperti anomali suhu muka laut (SST) dan fenomena dinamika atmosfer seperti IOD (Indian Ocean Dipole) dapat secara signifikan mempengaruhi pola curah hujan regional. Saat SST menghangat, potensi pertumbuhan awan konvektif di wilayah Indonesia meningkat, yang dapat menyebabkan hujan bahkan di musim kemarau,” paparnya dalam sebuah webinar yang diliput Tempo.co.

 

2. Peringatan Pertama: Curah Hujan di Atas Normal & Hujan Ekstrem

kemarau basah

 

Peringatan pertama dari BMKG adalah bahwa curah hujan di sebagian besar wilayah Jawa Barat akan berada 20-40% di atas normal. Pola hujan dari kemarau basah ini pun khas: bukan gerimis awet, melainkan hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat yang terjadi secara tiba-tiba dalam durasi singkat, terutama pada sore dan malam hari. Inilah yang perlu diwaspadai, karena hujan singkat berintensitas tinggi memiliki daya rusak yang jauh lebih besar.

 

3. Peringatan Kedua: Dampak Ganda bagi Sektor Pertanian

kemaru basah

 

Bagi sektor pertanian, fenomena kemarau basah ini laksana pedang bermata dua. Di satu sisi, ketersediaan air bisa menyelamatkan tanaman pangan seperti padi dari kekeringan. Namun, di sisi lain, curah hujan berlebih justru menjadi ancaman serius bagi petani tanaman hortikultura (sayur-mayur) dan perkebunan (tembakau) yang seharusnya memasuki fase panen di musim kering.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Dr. Tualar Simarmata, menyoroti risiko bagi petani. “Anomali kemarau basah sangat berisiko. Kelembapan yang tinggi akan memicu serangan hama dan penyakit jamur pada tanaman sayuran. Bagi tanaman seperti tembakau yang membutuhkan proses pengeringan dengan sinar matahari, hujan yang terus-menerus bisa menyebabkan gagal panen total,” jelasnya kepada Pikiran Rakyat.

 

4. Peringatan Ketiga: Ancaman Bencana Hidrometeorologi Basah

kemarau basah

 

Inilah peringatan paling krusial. Hujan ekstrem di musim yang seharusnya kering menciptakan potensi bencana hidrometeorologi basah yang tinggi, yaitu banjir bandang dan tanah longsor. Tanah yang seharusnya kering dan padat menjadi jenuh oleh air. Ketika hujan lebat turun, tanah tidak lagi mampu menyerap dan dapat kehilangan daya ikatnya, memicu longsor di daerah bertebing. Aliran air permukaan yang deras di area hulu juga dapat menyebabkan banjir bandang di wilayah hilir.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Dani Ramdan, mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan. “Masyarakat yang tinggal di daerah rawan, seperti di lereng perbukitan atau dekat bantaran sungai, kami imbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Jangan terlena karena ini kalendernya musim kemarau. Anomali cuaca adalah realita yang harus kita hadapi dengan kesiapsiagaan,” tegasnya dalam rilis yang dimuat di BeritaSatu.

 

5. Peringatan Kelima: Potensi Gangguan pada Sektor Pariwisata

kemarau basah

 

Peringatan terakhir menyasar sektor pariwisata, yang menjadi andalan Jawa Barat. Cuaca yang tidak menentu dan potensi hujan lebat di akhir pekan dapat mengganggu aktivitas wisata luar ruangan (outdoor), seperti di kawasan Lembang atau Ciwidey. Para pelaku usaha pariwisata diimbau untuk menyiapkan rencana kontingensi dan selalu mengutamakan keselamatan pengunjung.

 

Beradaptasi dengan Iklim yang Berubah

Prakiraan fenomena kemarau basah dari BMKG ini adalah pengingat tegas bahwa perubahan iklim adalah realita yang nyata. Pola musim yang dapat diprediksi kini menjadi barang langka. Satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan meningkatkan literasi iklim dan kesiapsiagaan. Terus pantau informasi resmi dari BMKG dan ikuti arahan dari BPBD setempat, karena di era anomali iklim, kewaspadaan adalah bentuk perlindungan diri yang terbaik.

Indonesia bukan hanya menghadapi kemarau basah, tapi La Nina juga! baca di – Pakar Prediksi El Nino Gagal Datang Ke Indonesia. Diganti La Nina

Related Post

Tinggalkan komentar