sekitarbandung.com – Membaca bukan sekadar mengenali huruf atau memahami berita. Lebih dari itu, membaca menjadi jendela untuk memahami dunia, memaknai ciptaan Tuhan, dan membangun kesadaran sosial. Di Indonesia, literasi menjadi isu penting yang masih menghadapi banyak tantangan, meski capaian statistik menunjukkan angka meyakinkan.
Tantangan Literasi di Indonesia: Makna Membaca Lebih dari Huruf
Dalam tradisi Islam, wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah perintah Iqra’ dalam Surat Al-‘Alaq ayat 1–5. Makna Iqra’ tidak terbatas pada membaca teks, tetapi juga membaca alam semesta, diri sendiri, dan tanda-tanda kebesaran Allah. Konsep ini menunjukkan bahwa membaca adalah sarana memperdalam iman sekaligus membangun pemahaman kritis terhadap lingkungan.
Capaian Literasi Indonesia vs Realitas
Data global menunjukkan literasi Indonesia cukup tinggi. The Global Economy mencatat tingkat literasi mencapai 96% pada 2020, di atas rata-rata dunia 86,55%. World Population Review menyebutkan laki-laki 97,4% dan perempuan 94,6% bisa membaca. Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) 2024 bahkan mencapai skor 73,52, melampaui target nasional.
Namun, hasil survei internasional seperti PISA 2022 menempatkan skor membaca siswa Indonesia di angka 371, jauh di bawah rata-rata OECD. Minat baca aktif masyarakat juga sangat rendah, hanya 0,001% atau satu dari seribu orang. Kondisi ini menunjukkan meski kemampuan dasar membaca tinggi, kebiasaan membaca berkualitas masih lemah.
Fenomena Brain Rot dan Konsumsi Konten Dangkal
Di era digital, masyarakat sering terjebak pada bacaan dangkal. Konten sensasional, video pendek viral, dan media sosial yang penuh distraksi mengurangi minat membaca serius. Fenomena brain rot – penurunan kemampuan berpikir akibat konsumsi konten remeh – kian meluas. Jika tidak ada kesadaran memilah informasi, kualitas literasi bangsa bisa menurun drastis.
Integrasi Literasi dan Sosial
Literasi tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial. Keterlibatan di dunia maya yang berlebihan mengurangi kemampuan bersosialisasi dan minat membaca. Informasi provokatif yang beredar pun dapat membentuk pola pikir negatif, menurunkan produktivitas, dan membuat masyarakat alergi terhadap bacaan berkualitas.
Oleh karena itu, literasi harus menjadi gerakan bersama pemerintah, tokoh masyarakat, dan pegiat literasi. Anak-anak adalah fondasi. Jika sejak kecil mereka terbiasa dengan bacaan bermutu, daya literasi bangsa akan kokoh dan kesadaran sosial terjaga.
Literasi sebagai Hak Dasar Warga Negara
Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak setiap orang untuk mengembangkan diri melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Negara berkewajiban menjamin akses literasi yang baik agar masyarakat tidak terjebak informasi dangkal. Literasi yang kuat akan mendorong empati, dialog, dan masyarakat produktif. Untuk memahami standar literasi global, UNESCO mencatat data literasi dunia yang bisa dijadikan pembanding bagi Indonesia selengkapnya di sini
Strategi Memperkuat Literasi di Indonesia
Beberapa langkah nyata dapat meningkatkan literasi:
- 
Program “satu buku per bulan” di sekolah. 
- 
Digitalisasi buku daerah agar mudah diakses. 
- 
Kampanye literasi komunitas hingga pelosok desa. 
- 
Peningkatan kualitas media lokal agar konten edukatif lebih menarik. 
Dengan strategi ini, literasi dapat menjadi pondasi bangsa yang berdaya saing, kreatif, dan berperadaban.
Tantangan Literasi di Indonesia bukan sekadar soal kemampuan membaca, tetapi juga terkait kualitas bacaan, kebiasaan membaca, dan integrasi sosial. Dengan kolaborasi semua pihak, literasi bisa menjadi jalan menuju masyarakat yang cerdas, produktif, dan berperadaban.
Jika ingin update tentang hal di sekitar Bandung, selalu kunjungi website sekitarbandung.com

 
																				






























