Tragedi Anggrek Bandung, Dokter Ungkap HS Diduga Alami Serangan Epilepsi di Dalam Mobil

BERITA, KOTA BANDUNG45 Dilihat

sekitarbandung.com – Kasus Tragedi Anggrek Bandung kembali menjadi perhatian publik setelah sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara 790/Pid.Sus/2025/PN.Bdg. Sidang yang digelar pada Rabu (22/10/2025) itu menghadirkan dokter keluarga terdakwa Herolina Susanto (HS) sebagai saksi fakta utama.

Dalam kesaksiannya, sang dokter menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG), HS memiliki indikasi kuat mengalami epilepsi. Kondisi ini diduga menjadi penyebab HS kehilangan kesadaran mendadak saat mengemudi sebelum peristiwa tragis yang menewaskan Sulthan Abiyan Fattan.

Keterangan Dokter: Epilepsi Diduga Picu Kehilangan Kesadaran Mendadak

“Faktanya, terdakwa HS memang menabrak korban. Namun hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya probabilitas tinggi bahwa HS menderita epilepsi,” ungkap sang dokter kepada awak media usai sidang.

Menurut dokter, kondisi epilepsi bisa muncul secara tiba-tiba tanpa gejala awal yang jelas. Ketika serangan terjadi, penderita dapat mengalami blackout atau kehilangan kesadaran sementara bahkan disertai hilang ingatan sesaat.

“Jika benar HS mengalami serangan epilepsi di dalam mobil, maka sangat mungkin ia tidak menyadari tindakannya pada saat kejadian,” jelasnya.

Temuan medis tersebut kini menjadi salah satu pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam memutus perkara Tragedi Anggrek Bandung yang masih berlangsung.

Baca Juga: Kolam Retensi Bandung Tertunda Lahan dan PSU Pemukiman Jadi Tantangan

Kuasa Hukum HS Sampaikan Permintaan Maaf dan Duka Cita

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum terdakwa, Dr. Benny Wullur, S.H., M.H.,Kes, menyampaikan permintaan maaf mendalam kepada keluarga korban atas insiden tragis tersebut.

“Saya atas nama HS dan keluarga mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya dan turut berduka cita untuk keluarga korban. Tidak ada niat jahat dalam kejadian ini, dan kami sangat menyesalkan musibah ini,” ujar Benny.

Menurut keterangan HS yang juga disampaikan di persidangan, sebelum kecelakaan terjadi, ia masih dalam kondisi sadar ketika berhenti di lampu merah. Namun beberapa detik kemudian, ia mengaku tiba-tiba tidak mengingat apa-apa dan baru tersadar saat banyak orang mengetuk kaca mobilnya.

Peluang Alasan Pemaaf dan Pembenar dalam Kasus Tragedi Anggrek Bandung

Benny menjelaskan, dalam hukum pidana Indonesia terdapat alasan pemaaf dan alasan pembenar yang diatur dalam Pasal 44 KUHP dan Pasal 49 KUHP.
Kedua pasal tersebut menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila tindakannya dilakukan dalam kondisi tidak sadar atau tanpa niat jahat, termasuk akibat gangguan medis seperti epilepsi.

“Jika terbukti bahwa HS mengalami gangguan kesadaran yang tidak dapat dikendalikan, maka ada kemungkinan hukum untuk pertimbangan alasan pemaaf,” ujar Benny menegaskan.

Ia juga menambahkan bahwa malfungsi kendaraan turut diperiksa untuk memastikan penyebab pasti kecelakaan, mengingat HS sempat menyebut mobilnya terasa tidak stabil beberapa saat sebelum tabrakan.

Respons Keluarga dan Harapan di Tengah Proses Hukum

Perwakilan keluarga terdakwa HS juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada pihak keluarga korban. Mereka berharap dapat bertemu langsung dengan orang tua korban untuk menyampaikan duka cita dan memberikan dukungan moral maupun bantuan materiil.

“Dari hati kami yang terdalam, kami mohon maaf kepada ayah dan ibu korban. Kami ikut berduka dan ingin memberikan support sebisanya,” kata perwakilan keluarga HS.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim R. Bernadette Samosir kemudian menutup agenda hari itu dengan pernyataan menyejukkan.

“Tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf dan menunjukkan penyesalan. Namun proses hukum tetap harus berjalan sesuai ketentuan,” ujar hakim Bernadette.

Tragedi Anggrek Bandung Masih Dalam Proses Pemeriksaan Lanjutan

Kasus ini akan kembali disidangkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan tambahan terhadap saksi ahli neurologi untuk memperkuat analisis medis terkait dugaan epilepsi yang dialami terdakwa.
Pihak keluarga korban sendiri berharap agar pengadilan tetap menegakkan keadilan secara objektif tanpa mengabaikan rasa kemanusiaan.

Tragedi ini menjadi pengingat bahwa kondisi kesehatan pengemudi dan kelayakan kendaraan sangat penting untuk dicek sebelum berkendara  terutama di wilayah perkotaan seperti Bandung yang memiliki tingkat kepadatan lalu lintas tinggi.

Untuk masyarakat yang ingin memahami lebih dalam mengenai penanganan hukum pidana terkait gangguan medis atau aturan lalu lintas di Indonesia, dapat mengakses laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Kementerian Kesehatan RI.

Jika ingin update tentang hal di sekitar bandung, selalu kunjungi website sekitarbandung.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *